Mengapa Ganja Tak Kunjung Legal di Indonesia?
Ganja di Indonesia masih dianggap tabu oleh masyarakat. Efek buruk yang dibawanya menjadi alasan utama mengapa langkah legalisasi ganja terhenti. Akan tetapi, di berbagai negara telah mengumumkan bahwa ganja bermanfaat untuk meditasi pengobatan berbagai penyakit. Namun, mengapa ganja tak kunjung legal di Indonesia?
SAS sebagai sistem baru yang memiliki beberapa manfaat kesehatan, tengah diajukan oleh kedua peneliti tersebut. SAS mengatur regulasi dosis pemakaian berdasarkan seberapa parah pasien mengidap penyakitnya tersebut.
Fakta untuk ganja
Menurut mereka, penggunaan ganja dalam mengobati penyakit (dalam kasus yang mereka tangani) sebagai contoh, epilepsi dapat sembuh total. David dan Nicholas menyatakan, ganja mempunyai kemampuan yang viral dalam menyembuhkan berbagai penyakit kronis. Hal ini terkait dengan factcheck yang dibuat oleh Wai Liu, Senior Research Fellow T. George’s University of London.
Wai Liu menyatakan ekstrak dari ganja, (THC dan CBD) berpotensi untuk menyembuhkan penyakit kanker ganas di tubuh orang dewasa. Berdasarkan studi dari Molecular Cancer Therapeutics menjelaskan kannabinoid (salah satu ekstrak ganja) dapat menjinakkan sel tumor. Bahkan, tidak hanya menjinakkan, kannabinoid dapat membunuh sel tumor dan menghentikan laju perkembangannya.
Masih dari factcheck yang sama, Wai Liu menjelaskan, pekerjaan rumah yang tengah menunggu para peneliti ganja adalah menemukan dosis yang tepat, untuk menyeimbangkan anti-kanker dengan psychoactive.
Hasil penelitian yang telah di crosscheck oleh Liu menjelaskan, setiap orang mempunyai respon yang berbeda terhadap ekstrak ganja. Ada yang tenang, dan ada yang agresif. Oleh karena itu, hanya tinggal menyeimbangkan dosis esktrak ganja dengan jenis penyakit yang diidap tiap orang tersebut.
Terlebih dari data dan penjelasan mengenai crosscheck keseimbangan antara dosis dan respon si pemilik penyakit, German Lopez bahkan telah menyatakan ganja aman untuk dikonsumsi, baik untuk konsumsi harian dan medical treatment.
Menurut Lopez, tidak ada data yang menunjukan bukti valid adanya kematian karena overdosis karena konsumsi ganja. Pernyataannya didukung oleh Mark Kleiman Drug Policy Expert at New York University’s Marron Institue “The main risk of cannabis is losing control of your cannabis’s intake,”.
Mark menyatakan bahwa kehilangan kontrol terhadap diri sendiri serta frekuensi penggunaan ganja masih menjadi pekerjaan rumah untuk para peneliti agar menemukan dosis yang tepat untuk tiap penyakit. Mark menambahkan, selagi ganja masih dikonsumsi dengan dosis serta takaran tepat, serta frekuensi yang diatur sedemikian rupa, kematian yang disebabkan oleh overdosis ganja tidak terbukti.
fakta ganja
Masih dari jurnal yang ditulis oleh Lopez, ada isu yang menyebar bahwa konsumsi ganja hanya akan menjadi sebuah pintu gerbang untuk setiap orang agar mencoba dan menggunakan obat atau narkotika lainnya. Namun, penelitian dari Insitute of Medicine, RAND Corporation, dan Academic Research tidak menemukan bukti bahwa ganja merupakan sebuah gateaway untuk seseorang mencoba narkotika lainnya.
Lopez juga menyatakan bahwa tidak hanya epilepsi, penyakit seperti sakit di setiap tubuh, sakit saluran pernapasan (hidung), hilangnya nafsu makan, Parkinson, dan beberapa penyakit lainnya dapat disembuhkan oleh meditasi dengan ganja. Oleh karena itu, Lopez telah menyatakan bahwa ganja adalah obat aman untuk dikonsumsi.
Pernyataan Lopez didukung oleh studi komprehensif yang dilakukan oleh RAND Corporation dan tim peneliti dari Emory University, menjelaskan orang dewasa yang berumur lebih dari 21 tahun sudah dapat mengonsumsi ganja dengan catatan sebagai meditasi pengobatan. Hasil studi komprehensif tersebut adalah kurangnya catatan kriminal seperti mabuk di muka umum dan kejahatan lainnya.
Akan tetapi, dari situs legalizationofmarijuana.com, menjelaskan tidak semua anggapan positif mengenai ganja adalah benar. Walau banyak penelitian yang menyatakan ganja baik untuk meditasi pengobatan, situs ini menjelaskan substansi yang ada di CBC dan THC tetap memberikan efek buruk pada tubuh.
Efek buruk yang diberikan oleh kedua substansi tersebut adalah kanker paru-paru. Hal ini terkait dengan dasar menggunakan ganja, pada umumnya adalah dibakar seperti rokok. Kemudian, masih dalam situs yang sama, respon psikis yang agresif masih menjadi efek berbahaya untuk pengguna ganja.
Daniel Cressey juga menyatakan ia masih menimbang efek berbahaya dari pengguna ganja. Efek dan respon ini berasal dari konsumsi harian atau meditasi pengobatan, sama-sama berbahaya.
Terlebih dari respon agresif yang diterima oleh otak pengguna ganja, respon agresif ini dapat menimbulkan tindak kriminal. Efek lain dari penggunaan ganja, baik dari sisi pengobatan, menurut Daniel, ganja dapat membuat ketergantungan yang tidak terukur. Daniel juga menjelaskan fakta tersebut menjadi pertimbangan mengapa ganja belum bisa di legalisasikan secara global.
Kemudian, Charles Stimson menyatakan legalisasi ganja dapat menyebabkan kriminalitas meningkat di atas angka 50%. Hal ini dinyatakan oleh Stimson sebagaimana kriminalitas di Belanda sudah lebih dari 50%.
Belanda merupakan negara yang telah lama melegalkan ganja untuk di konsumsi secara umum. Akan tetapi, berdasarkan legalisasi tersebut, Stimson menjelaskan indikator kriminalitas di Belanda naik pesat. Kasus perampokan di sana bahkan sampai mencapai 200%.
Berdasarkan penjelasan dan data di atas, kata kunci seperti dosis yang tepat, frekuensi penggunaan, dan sebagai meditasi pengobatan, menjadi pekerjaan rumah untuk para peneliti selanjutnya. Akan tetapi, di atas pun dijelaskan bagaimana efek dari konsumsi ganja, yang dapat menyebabkan angka kriminalitas naik seperti di Belanda. Namun, baik dari pro dan kontra terhadap legalisasi ganja, menurut Anda, mengapa ganja tak kunjung legal di Indonesia?
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 comments :
Post a Comment